Musim 2009/10 tak bisa dipungkiri akan selalu jadi musim terbaik yang pernah dilalui FC Internazionale. Bagaimana tidak, tim yang kala itu dilatih oleh salah satu juru taktik terbaik sepanjang sejarah, Jose Mourinho, secara mengejutkan sukses merengkuh gelar treble winners. Torehan itu jadi catatan terbaik yang pernah dibuat sepanjang sejarah emas klub, juga sepakbola Italia hingga saat ini.
Ada
banyak momen yang menghiasi kisah perjalanan sukses Inter di musim
tersebut. Mulai dari kedatangan Wesley Sneijder di detik terakhir
transfer musim panas, penampilan heroik Thiago Motta dalam derby Della Madonnina, gol juggling Maicon pada derby d’Italia,
momen emosional Mourinho yang runtuhkan Stamford Bridge, hingga
memuncak pada raihan scudetto, Coppa Italia, dan Liga Champions.
Dari
segala momen mengesankan itu, terselip satu pertandingan yang amat
menguras emosi dan bisa saja melenyapkan sejarah emas yang akhirnya
dibuat I Nerazzurri. Laga itu berlangsung pada 28 April 2010, manakala Inter diharuskan melakoni duel leg kedua babak semi-final Liga Champions, di Camp Nou, markas sang juara bertahan, Barcelona.
Inter
memiliki modal yang bagus untuk melenggang ke final, setelah di
pertemuan pertama yang digelar di Giuseppe Meazza, sukses menang dengan
skor meyakinkan 3-1. Namun torehan itu masih belum cukup untuk menghapus
keraguan publik akan potensi mereka lolos ke partai puncak.
Hal
itu terjadi karena kala itu Barca harus menempuh perjalanan 1000
kilometer dari Catalunya ke Milano, menggunakan bus. Keputusan itu
diambil lantaran nyaris seluruh bandara di Eropa tutup, karena erupsi
gunung di Islandia yang juga jadi salah satu lokasi film The Secret Life of Walter Mitty, Eyjafollojakull. Waktu yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut mencapai 14 jam. Para penggawa Blaugrana disebut amat kelelahan hingga tak bisa fokus dalam pertandingan, karena bermain 16 jam setelahnya.
Misi balas dendam pun diusung Barca pada leg kedua, dengan
memanfaatkan situasi yang sudah normal dan dukungan publik Catalan.
Kemenangan minimal 2-0 optimistis mereka gapai untuk bisa lolos ke final
dan jadi tim pertama yang sanggup mempertahankan gelar juara Liga
Champions, sekalipun sang kapten, Carles Puyol, dipaksa absen.
Sementara
Inter juga memiliki kepercayaan diri yang baik untuk mentas. Merka
cukup menahan sang tuan rumah untuk tak menang dua gol atau lebih.
Komposisi skuatnya juga lengkap, dengan sedikit kejutan memasang
Christian Chivu sebagai gelandang tengah alih-alih Sulley Ali Muntari,
dalam skema 4-3-1-2.
Seperti
sudah ditebak, selepas sepakan mula dilakukan, Barca yang butuh gol
cepat langsung membombardir jala Inter. Sepasang tembakan Pedro
Rodriguez di menit ketiga dan 22, tipis saja di sisi kiri gawang lawan.
Pada
menit ke-27, Inter yang masih kompetitif untuk lolos menerima petaka.
Wasit pemimpin laga, Frank de Bleckere, memberi Thiago Motta kartu
kuning kedua akibat sentuhan tangannya terhadap Sergio Busquets, yang
dinilai sebagai sikutan.
Keputusan itu cukup kontroversial,
karena Busquets terlihat bereaksi amat berlebihan terhadap sentuhan
tangan Motta. Gelandang Barca itu bahkan tertangkap kamera hanya
berpura-pura kesakitan, sembari mengintip reaksi wasit dalam celah jari
tangan yang menutupi wajahnya.
Bermain dengan sepuluh orang,
sontak saja Mourinho langsung menerapkan taktik andalannya dengan
bertahan total. Tidak, tak layak jika kita menyebutnya dengan "taktik
parkir bus", Mou sendiri menyebutnya sebagai "parkir pesawat".
Sembilan pemain Inter diperintahkannya untuk terus berada di belakang garis tengah lapangan, dengan tujuh di antaranya wajib "ngetem"
di dalam kotak penalti sendiri sepanjang jalannya laga. Taktik itu
benar-benar sukses mematikan pergerakan sang pemain terbaik dunia kala
itu, Lionel Messi, dalam dua babak.
Tak hanya Leo, karena sang mantan La Beneamata, Zlatan
Ibrahimovic, kemudian Pedro, Bojan Krkic, hingga Gerard Pique yang
mendadak jadi striker, dibuatnya mati kutu. Segala aliran serangan Barca
ditutup, hingga di sepanjang laga hanya sanggup melepaskan delapan
tembakan, dengan setengahnya tepat sasaran.
Inter juga terbantu
dengan performa gemilang sang kiper utama yang sedang berada di puncak
karier, Julio Cesar. Sosok asal Brasil ini setidaknya membuat tiga
penyelamatan krusial di sepanjang laga, yang dua di anataranya dimiliki
Messi.
Pada akhirnya pertahanan grendel Inter runtuh juga, lewat
gol ciamik Pique di menit ke-84. Namun torehan itu sudah terlambat,
karena sang wakil kebanggaan Italia kembali dalam permainan bertahannya
hingga laga selesai beberapa saat kemudian. Il Biscione pun melenggang ke partai final dengan keunggulan agregat 3-2.
Keberhasilan
itu juga sanggup membuat Mourinho, secara spontan meluapkan emosinya
dengan berlari ke tengah lapangan sembari mengangkat jari telunjuk ke
atas langit. Kiper Barca, Victor Valdes, sempat tersulut emosi oleh
tindakan provokatif tersebut, namun tak sampai berbuntut panjang.
"Jika
Anda sudah memulai pertandingan dengan keunggulan 3-1, lalu Anda
bermain dengan 10 pemain di awal laga, maka Anda perlu memarkir pesawat
terbang di depan gawang," canda Mourinho dalam konferensi pers selepas
laga.
Inter akhirnya berhasil keluar sebagai kampiun Liga
Champions 2009/10, setelah menundukkan Bayern Munich 2-0 di final, lewat
sepasang gol emas Diego Milito.(goal.com)